Kecerdasan Buatan China Kejar Dominasi Barat

Minggu, 18 Maret 2018 - 07:44 WIB
Kecerdasan Buatan China Kejar Dominasi Barat
Kecerdasan Buatan China Kejar Dominasi Barat
A A A
BEIJING - China mulai menerapkan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) di sektor publik. Negara ini ingin menunjukkan kepada dunia bahwa mereka bisa menjadi yang terdepan untuk urusan teknologi.

Baru-baru ini kepolisian di Beijing menguji coba teknologi Artificial Intelligence (AI) yang disematkan pada sebuah kacamata. Dengan kacamata pintar ini, polisi dapat mengetahui nomor mobil dan data kendaraan beserta rekam jejaknya saat berlalu lintas hanya dalam waktu kurang satu detik.

Pemerintah dan perusahaan-perusahaan teknologi di China saat ini memang tengah gencar mengembangkan teknologi AI. Ratusan miliar yuan digelontorklan untuk mengembangkan kecerdasan buatan agar bisa digunakan dalam berbagai aspek kehidupan. Teknologi diharapkan meningkatkan produktivitas dan menciptakan bisnis baru sehingga mendorong China menjadi kekuatan ekonomi dunia.

Dalam sebuah konferensi pers baru-baru ini, Menteri Ilmu Pengetahuan dan Teknologi China Wan Gang menyatakan, China akan memperkuat penggunaan AI untuk menyelesaikan isu keamanan, kesehatan, lingkungan, dan sektor penting lainnya.

Sejak 1980-an, pengembangan AI di China berkembang secara pesat dan luas. Saat ini, AI di Negeri Panda bahkan sudah menjadi bagian penting dari kehidupan.

Banyak aplikasi atau perangkat lunak AI yang digunakan di berbagai industri dan kehidupan sehari-hari seperti teknologi bike-sharing atau pengiriman paket. Di China, AI juga digunakan di rumah sakit, pengadilan, perencanaan kota, transportasi, hingga kepolisian.

Pemerintah China siap mengintensifkan riset AI dan melatih generasi muda berbakat untuk mencari solusi baru dan memajukan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan AI.

“China akan mengakselerasi komersialisasi dan aplikasi teknologi AI untuk menyelesaikan beragam isu publik,” kata Gang, dikutip chinadaily.com.cn.

Selain itu, agar tidak terjadi pelanggaran etika dan sosial oleh isu yang berkaitan dengan AI, China akan memperketat aturan hukum. Pada November lalu, kebijakan, area riset, tantangan privasi, aplikasi praktis, dan senjata otomatis AI telah dibahas para akademisi, pakar, dan pejabat dari pemerintah dan industri terkait.

Salah satu bukti keseriusan China mengembangkan AI terlihat dari rencana pembangunan taman dengan teknologi kecerdasan buatan. Untuk mendukung ambisi menjadi yang terdepan di sektor AI, China menyiapkan USD2 miliar (Rp26,9 triliun) untuk membangun taman di Beijing bagian barat. Nantinya, akan ada 400-an perusahaan yang bergabung di fasilitas tersebut.

Saat ini, Amerika Serikat (AS) masih menjadi pusat AI dunia. Namun, posisi itu berpeluang direbut China. Selain China, India juga bisa diperhitungkan karena negara itu juga gencar mengembangkan teknologi berbasis dara dan internet untuk kemudahan berbisnis.

Di AS, tantangan terbesar dalam mengembangkan AI ada pada kebijakan pemerintahnya sendiri. Yang teranyar, rencana pajak baru oleh Kongres AS yang berpotensi meningkatkan biaya kuliah, mengurangi anggaran penelitian, dan menakuti ilmuwan global untuk berimigrasi.

“Kebijakan pemerintah berkontribusi terhadap kemunduran pengembangan AI di negeri ini (AS). Ini seperti dirancang musuh yang ingin mengalahkan AS di sektor ini,” kata Erik Brynjolfsson, profesor Sloan School of Management, dilansir technologyreview.com. “Saya bersama yang lainnya menentang aturan itu,” tambahnya.

Pemerintah AS lebih fokus pada pengembangan militer. Kementerian Pertahanan (Kemhan) AS pernah meminta bantuan dari perusahaan raksasa di Silicon Valley untuk mengembangkan AI. Robert O Work, mantan Wakil Menteri Pertahanan AS, yang bekerja sama dengan Center for a New American Security juga mengakui akan hal tersebut.

Sama seperti pejabat pemerintah dan industri, Work meyakini AS berpeluang tertinggal dari China. ”Pertanyaannya adalah bagaimana seharusnya AS menanggapi tantangan ini,” kata Robert, dilansir nytimes.com. Namun, akhir-akhir ini, hubungan antara pemerintah dengan perusahaan teknologi tidak sebaik zaman dulu.

Sementara itu, Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan, siapa pun yang berkuasa di bidang AI diprediksi menguasai dunia. “AI adalah masa depan, tidak hanya bagi Rusia, tapi seluruh umat manusia. AI akan membuka banyak peluang baru, tapi juga memberikan ancaman yang sulit diprediksi,” tandas Putin, dikutip rt.com.

Organisasi dari berbagai sektor di Rusia kini mulai dari keuangan hingga makanan, menggunakan AI dan machine learning. Perusahaan internet Yandex baru saja menekan kerja sama dengan Gazprom Neft untuk mengembangkan AI dalam membantu pengeboran minyak. Mereka berharap teknologi itu dapat mengoptimalkan bisnis.

Yandex sendiri menggunakan AI untuk mencegah transaksi curang dan memberikan bonus secara otomatis kepada pengguna pembayaran online. “Sekarang, pengguna dapat menerima diskon dan bonus berdasarkan kesukaan mereka. Kami menggunakan machine learning berbasis teknologi crypto,” ungkap Yandex.

Perusahaan automotif Rusia KamAZ juga sedang fokus mengembangan truk self-driving. Solusi A untuk proyek itu dibantu Cognitive Technologies yang berbasis di Moskow. Cognitive Technologies mengimplementasikan serangkaian teknologi yang mengimitasi penglihatan manusia, proses kognitif, dan jaringan neural.

AI juga mencuri perhatian Pemerintah India. Pada 1 Februari lalu, Menteri Keuangan (Menkeu) India Arun Jaitley menegaskan kepada Parlemen bahwa think tank Niti Aayog akan memelopori program nasional di bidang AI. Alokasi anggaran untuk Digital India, lembaga teknologi India, hampir mencapai USD477 juta.

“Kesadaran negara untuk melakukan riset di bidang AI memberikan motivasi yang sangat besar kepada para ahli teknologi. Dukungan ini akan membantu kami mengembangkan teknologi sendiri dan mengurangi ketergantungan terhadap AS,” kata CEO dan salah satu pendiri platform Vidooly, Subrat Kar, kepada Quartz. (Muh Shamil/Okezone)
(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7244 seconds (0.1#10.140)