Berkonten Negatif, Kominfo 806.000 Website Diblokir

Sabtu, 11 November 2017 - 11:00 WIB
Berkonten Negatif, Kominfo...
Berkonten Negatif, Kominfo 806.000 Website Diblokir
A A A
BANDUNG - Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) sejak 2016 hingga Mei 2017 telah menutup 806.000 website lokal dan dari luar negeri yang bermuatan negatif.

Penutupan website ini diharapkan dapat mewujudkan internet sehat di Indonesia. Apalagi pengguna internet di Indonesia cukup signifikan. Berdasarkan hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia, pengguna internet di Indonesia mencapai 132,7 juta.

Dengan demikian berarti 50% penduduk Indonesia sudah terbiasa menggunakan internet. Bahkan saat ini tercatat ada 350 juta kartu perdana aktif yang sudah digunakan masyarakat.

“Tahun 2016 ada 800.000 website yang diblokir dan hingga Mei 2017 ada 6.000 lagi website yang juga ditutup,” kata staf ahli Menkominfo Bidang Komunikasi, Informasi, dan Media Massa Gungun Siswadi dalam acara Dialog Kebangsaan yang digelar di Alun-alun Cililin, Kabupaten Bandung Barat (KBB), Jawa Barat kemarin.

Menurut Gungun, di era digital saat ini informasi dapat berkembang pesat. “Tidak saja informasi yang bersifat positif, tapi juga negatif seperti berita hoax,” ujaran kebencian, atau konten situs-situs porno.

Oleh sebab itu Kominfo terus melakukan pengawasan dan pemblokiran terhadap website atau media sosial (medsos) yang berkonten negatif. “Indonesia sudah masuk darurat hoax, untuk menangkal itulah diperlukan keterlibatan ulama. Melalui Dialog Kebangsaan inilah diharapkan bisa ditularkan informasi yang positif di dunia maya,” terangnya.

Guna mengatasi tak terkendalinya konten negatif di internet pemerintah juga sudah menerbitkan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) atau UU No 11 Tahun 2008.

Selain melalui jalur hukum, upaya persuasif juga dilakukan seperti pendekatan sosialisasi, edukasi, dan literasi. Termasuk juga kewajiban registrasi para pengguna kartu telepon.

“Adanya registrasi kartu juga sebagai upaya untuk mengeliminasi munculnya penipuan. Registrasi ini berlaku sampai Februari dan pemblokiran bertahap dilakukan mulai April 2018,” sebutnya.

Penggagas Dialog Kebangsaan Rusli Nur Ali Azis mengungkapkan acara ini sudah digelar sebanyak delapan kali dan total sudah dihadiri 8.000 ulama.

Mereka yang terlibat adalah ustaz, guru mengaji, ulama, ketua Dewan Kemakmuran Masjid (DKM), dan pengurus masjid. Mereka diharapkan bisa memberikan pemahaman kepada masyarakat supaya bijak dalam memanfaatkan teknologi.

"Internet saat ini sudah masuk hingga ke pelosok desa. Keberadaan ulama yang menjadi tokoh di masyarakat sangat penting dalam menanamkan nilainilai kebangsaan,” katanya.

Sementara itu pengamat teknologi informasi (TI) yang juga pakar telematika Abimanyu Wachjoewidajat mengatakan, definisi konten negatif masih sangat relatif. Menurutnya, Kominfo harus mempunyai standar yang jelas apa yang dimaksud berkonten negatif.

“Nah, ini Kominfo yang saat ini tidak punya. Sampai sekarang yang ada hanya asumsi. Jadi suatu konten yang diasumsikan negatif langsung ditutup. Negatif itu apa? Pornografi negatif, kekerasan anak negatif, narkoba dan sekarang politik?” katanya.

Apalagi Kominfo hanya mampu melakukan pemblokiran alamat IP address di mana jika sudah diblokir sangat mungkin pelaku membuat situs baru.

“Apa pelaku tidak bisa membuat konten lagi? Memang tidak bisa share di FB atau Twitter saja. Mereka bisa membuat di situs baru. Kalau diblokir ada lagi lalu bagaimana?” ungkapnya.

Selain itu semakin banyaknya situs yang diblokir akan semakin lama masyarakat dalam berinternet. Pasalnya DNS sebagai alat yang mengantarkan ke situs yang ingin dicari harus memastikan tidak masuk dalam blacklist.

“Sekarang sudah ratusan ribu. Situs pencairan repot. Jadi hanya lihat white list. Paling hanya situs pemerintah dan dikenal saja. Padahal pengguna internet 132 juta orang dan browsing-nya kan tidak hanya situs pemerintah atau yang dikenal saja, tapi buka ini, buka sana,” tuturnya.

Menurutnya Kominfo jangan terlalu sensitif sehingga langsung main blokir. Dia menilai akan lebih baik Kominfo memperingatkan lebih dahulu sebelum pemblokiran. Dengan begitu tidak pukul rata dalam melakukan pemblokiran.

“Langsung diblokir yang baru mirip-mirip. Ini repot. Ada situs yang punya 500 berita. Lalu memberitakan satu konten yang tidak sesuai langsung diblokir. Kenapa tidak diingatkan dulu. Diberi waktu tiga hari misalnya, jika tidak, blokir. Ini edukasi,” katanya. (Dita Angga)
(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7615 seconds (0.1#10.140)