Gara-gara Single Mux, Malaysia Alami Banyak Masalah
A
A
A
JAKARTA - RUU Penyiaran masih menjadi diskusi panjang antara pihak regulator dengan penyelenggara televisi analog. Berawal dari revisi Undang-Undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2012, yang mengusung adanya perubahan yang nantinya akan menetapkan LPP Radio Televisi Republik Indonesia (RTRI) sebagai satu-satunya penyelenggara infrastruktur multipleksing digital.
Penyelenggara infrastruktur multipleksing digital tersebut biasa dikenal dengan istilah single mux operator. Namun, rencana penerapan single mux menuai kritik dan dinilai tak mampu menciptakan industri penyiaran yang sehat dan demokratis.
Indonesia perlu melihat Malaysia, yang lebih dahulu mengusung konsep single mux. Akan tetapi, konsep single mux di negara tersebut menemui kendala atau hambatan.
"Konsep single mux operator yang ditetapkan di Malaysia mengalami berbagai masalah sejak diluncurkan, yakni tingkat layanannya rendah dan harga sewa kanal yang tidak kompetitif sehingga para stasiun televisi termasuk stasiun televisi yang dimiliki oleh Pemerintah tidak mau membayar harga sewa kanal," kata Kamilov Sagala, S.H., M.H, Ketua Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Informasi Indonesia (LPPMII).
Hal seperti ini harus dijadikan bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan industri penyiaran di Indonesia karena kondisi seperti ini akan berpengaruh terhadap iklim industri penyiaran.
Belajar dari pengalaman Malaysia yang sudah merintis memprogramkan peralihan dari analog ke digital sejak tahun 1998 namun belum juga berhasil melakukan analog switch off ke digital sampai saat ini, seharusnya menjadi bahan pertimbangan para regulator.
Kenyataannya di Malasyia, konsep single mux operator yang secara resmi memulai uji coba siaran digital pada 2006 di Klang Valley sampai saat ini belum bisa berjalan efektif dan maksimal. Asumsi yang paling kuat yang mendasari sulitnya melakukan analog switch off di Malasyia adalah konsep single mux operator yang diterapkan, sehingga iklim kompetisi menjadi menurun.
Berdasarkan data dari European Broadcasting Union (EBU), Asia Pasific Broadcasting Union (ABU) maupun International Telecomunication Union (ITU), dipastikan bahwa sebagian besar negara yang sudah melakukan analog switch off, lebih memilih sistem hybrid dari pada single mux operator.
Hanya dua negara yang menggunakan sistem single mux operator, selain Malaysia, yakni Jerman. Jerman adalah salah satu negara yang berhasil karena 90 persen pemirsanya menikmati tayangan televisi melalui sistem kabel dan hanya 10 persen yang menikmati layanan TV FTA.
Penyelenggara infrastruktur multipleksing digital tersebut biasa dikenal dengan istilah single mux operator. Namun, rencana penerapan single mux menuai kritik dan dinilai tak mampu menciptakan industri penyiaran yang sehat dan demokratis.
Indonesia perlu melihat Malaysia, yang lebih dahulu mengusung konsep single mux. Akan tetapi, konsep single mux di negara tersebut menemui kendala atau hambatan.
"Konsep single mux operator yang ditetapkan di Malaysia mengalami berbagai masalah sejak diluncurkan, yakni tingkat layanannya rendah dan harga sewa kanal yang tidak kompetitif sehingga para stasiun televisi termasuk stasiun televisi yang dimiliki oleh Pemerintah tidak mau membayar harga sewa kanal," kata Kamilov Sagala, S.H., M.H, Ketua Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Informasi Indonesia (LPPMII).
Hal seperti ini harus dijadikan bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan industri penyiaran di Indonesia karena kondisi seperti ini akan berpengaruh terhadap iklim industri penyiaran.
Belajar dari pengalaman Malaysia yang sudah merintis memprogramkan peralihan dari analog ke digital sejak tahun 1998 namun belum juga berhasil melakukan analog switch off ke digital sampai saat ini, seharusnya menjadi bahan pertimbangan para regulator.
Kenyataannya di Malasyia, konsep single mux operator yang secara resmi memulai uji coba siaran digital pada 2006 di Klang Valley sampai saat ini belum bisa berjalan efektif dan maksimal. Asumsi yang paling kuat yang mendasari sulitnya melakukan analog switch off di Malasyia adalah konsep single mux operator yang diterapkan, sehingga iklim kompetisi menjadi menurun.
Berdasarkan data dari European Broadcasting Union (EBU), Asia Pasific Broadcasting Union (ABU) maupun International Telecomunication Union (ITU), dipastikan bahwa sebagian besar negara yang sudah melakukan analog switch off, lebih memilih sistem hybrid dari pada single mux operator.
Hanya dua negara yang menggunakan sistem single mux operator, selain Malaysia, yakni Jerman. Jerman adalah salah satu negara yang berhasil karena 90 persen pemirsanya menikmati tayangan televisi melalui sistem kabel dan hanya 10 persen yang menikmati layanan TV FTA.
(wbs)