Semarang Deklarasi Anti Berita Hoax
A
A
A
SEMARANG - Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, bersama ratusan masyarakat Kota Semarang dari berbagai kalangan mendeklarasikan anti hoax, di sela-sela kegiatan Car Free Day, Jalan Pahlawan, Kota Semarang, Minggu (8/1/2016) pagi.
Kegiatan itu bernama Semarang Tolak Berita Hoax. Pada kegiatan yang didominasi anak-anak muda itu, turut hadir beberapa perwakilan dari Polda Jawa Tengah.
Di panggung depan Gubernuran, Ganjar mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk bersama-sama menjaga lisan, pikiran dan telinga dari apa yang disebut hoax.
"Hoax, hoax, hoax yang bikin hoek, hoek ini mesti kita hentikan. Karena persatuan di dunia maya harus kita jaga," ungkap Ganjar.
Dia menyebut, Indonesia menduduki peringkat terbawah dalam kemampuan literasi.
"Tapi di tingkat kecerewetan nomor lima di dunia. Jadi kita itu jago cerewet tanpa literasi," lanjutnya.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Jawa Tengah, Kombes Pol Djarod Padakova menyebut pihaknya sangat mendukung dilaksanakannya deklarasi anti hoax tersebut.
"Konten yang bersifat provokasi, berita tidak benar ataupun pemberitaan di medsos yang tidak benar (hoax) menimbulkan dampak negatif," ungkapnya.
Dia mengingatkan adanya ancaman hukuman penyebar hoax, sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Pada Pasal 45 disebutkan, ancaman pidana maksimal 6 tahun dan atau denda maksimal Rp1miliar kepada setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik.
Juga kepada setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antargolongan (SARA).
Salah satu peserta deklarasi itu, Dewi Nur Cahyaningsih, berargumen saat ini baik media sosial bahkan ada beberapa media massa yang menyebarkan hoax.
"Kegiatan ini jadi media kontrol sosial yang baik," ungkap mahasiswi S1 Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik (FISIP) Universitas Diponegoro Semarang ini.
Pada kegiatan tersebut, mereka yang terlibat deklarasi kemudian menorehkan tanda tangan di spanduk putih besar. Beberapa di antara mereka juga berfoto di sana.
Kegiatan itu bernama Semarang Tolak Berita Hoax. Pada kegiatan yang didominasi anak-anak muda itu, turut hadir beberapa perwakilan dari Polda Jawa Tengah.
Di panggung depan Gubernuran, Ganjar mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk bersama-sama menjaga lisan, pikiran dan telinga dari apa yang disebut hoax.
"Hoax, hoax, hoax yang bikin hoek, hoek ini mesti kita hentikan. Karena persatuan di dunia maya harus kita jaga," ungkap Ganjar.
Dia menyebut, Indonesia menduduki peringkat terbawah dalam kemampuan literasi.
"Tapi di tingkat kecerewetan nomor lima di dunia. Jadi kita itu jago cerewet tanpa literasi," lanjutnya.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Jawa Tengah, Kombes Pol Djarod Padakova menyebut pihaknya sangat mendukung dilaksanakannya deklarasi anti hoax tersebut.
"Konten yang bersifat provokasi, berita tidak benar ataupun pemberitaan di medsos yang tidak benar (hoax) menimbulkan dampak negatif," ungkapnya.
Dia mengingatkan adanya ancaman hukuman penyebar hoax, sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Pada Pasal 45 disebutkan, ancaman pidana maksimal 6 tahun dan atau denda maksimal Rp1miliar kepada setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik.
Juga kepada setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antargolongan (SARA).
Salah satu peserta deklarasi itu, Dewi Nur Cahyaningsih, berargumen saat ini baik media sosial bahkan ada beberapa media massa yang menyebarkan hoax.
"Kegiatan ini jadi media kontrol sosial yang baik," ungkap mahasiswi S1 Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik (FISIP) Universitas Diponegoro Semarang ini.
Pada kegiatan tersebut, mereka yang terlibat deklarasi kemudian menorehkan tanda tangan di spanduk putih besar. Beberapa di antara mereka juga berfoto di sana.
(wbs)