Revisi PP Telekomunikasi, Pemerintah Diminta Terbuka
A
A
A
JAKARTA - Kontroversi revisi Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi dan Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit (revisi PP) telah beberapa bulan bergulir.
Kontroversi dimulai dari pernyataan salah satu Dirut penyelenggara jaringan seluler bahwa draft revisi PP telah di meja Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk ditetapkan.
Selain itu, banyaknya pihak yang berkepentingan merasa tidak dilibatkan dalam pembahasan revisi PP ini. Belakangan diketahui bahwa pembahasan ulang revisi PP hanya melibatkan 3 penyelenggara jaringan seluler terbesar.
Koordinator Lembaga Independen Pemantau Kebijakan Publik, Sheilya Karsya, mengatakan, pihaknya tergerak untuk menyatakan sikap melalui Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) agar kontroversi revisi PP ini tidak semakin berlarut-larut dan taat asas. Dia bersama sejumlah gadis cantik juga mendatangi BRTI.
"Hemat kami, dalam penyusunan sebuah Peraturan Pemerintah, bukan hanya penyelenggara telekomunikasi, namun masyarakat pun berhak memberikan masukan, sebagaimana tercantum dalam UU 12/2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan," ujar Sheila dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (7/9/2016).
"Yang kami pahami selama ini penyelenggara telekomunikasi tidak hanya penyelenggara jaringan seluler, masih ada ratusan penyelenggara jaringan dan penyelenggara jasa lainnya yang juga berhak memberikan masukan terhadap draft revisi PP," sambungnya.
Menurutnya, masih ada asosiasi seperti ABWINDO, APJATEL, APJII, APNATEL, ASKITEL, MASTEL yang juga berhak memberikan masukan terhadap draft revisi PP.
Penyusunan draft revisi PP juga perlu melibatkan pemikiran dari para praktisi dan akademisi agar muatan materi dalam draft revisi PP sesuai dengan perkembangan industri dan teknologi.
"Agar para pihak di atas yang terdiri dari masyarakat, seluruh penyelenggara telekomunikasi, seluruh asosiasi, praktisi dan akademisi dapat memberikan masukan, kami meminta BRTI untuk mempublikasikan draft revisi PP dan memberikan ruang waktu yang cukup kepada para pihak untuk memberikan masukan, baik secara lisan maupun tertulis," urainya.
Dia berkeyakinan bahwa BRTI, yang dibentuk untuk lebih menjamin adanya transparansi, independensi, dan prinsip keadilan dalam penyelenggaraan telekomunikasi. "Dan dapat menjadi wasit yang adil dalam menyelesaikan kontroversi ini,"pungkasnya.
Kontroversi dimulai dari pernyataan salah satu Dirut penyelenggara jaringan seluler bahwa draft revisi PP telah di meja Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk ditetapkan.
Selain itu, banyaknya pihak yang berkepentingan merasa tidak dilibatkan dalam pembahasan revisi PP ini. Belakangan diketahui bahwa pembahasan ulang revisi PP hanya melibatkan 3 penyelenggara jaringan seluler terbesar.
Koordinator Lembaga Independen Pemantau Kebijakan Publik, Sheilya Karsya, mengatakan, pihaknya tergerak untuk menyatakan sikap melalui Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) agar kontroversi revisi PP ini tidak semakin berlarut-larut dan taat asas. Dia bersama sejumlah gadis cantik juga mendatangi BRTI.
"Hemat kami, dalam penyusunan sebuah Peraturan Pemerintah, bukan hanya penyelenggara telekomunikasi, namun masyarakat pun berhak memberikan masukan, sebagaimana tercantum dalam UU 12/2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan," ujar Sheila dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (7/9/2016).
"Yang kami pahami selama ini penyelenggara telekomunikasi tidak hanya penyelenggara jaringan seluler, masih ada ratusan penyelenggara jaringan dan penyelenggara jasa lainnya yang juga berhak memberikan masukan terhadap draft revisi PP," sambungnya.
Menurutnya, masih ada asosiasi seperti ABWINDO, APJATEL, APJII, APNATEL, ASKITEL, MASTEL yang juga berhak memberikan masukan terhadap draft revisi PP.
Penyusunan draft revisi PP juga perlu melibatkan pemikiran dari para praktisi dan akademisi agar muatan materi dalam draft revisi PP sesuai dengan perkembangan industri dan teknologi.
"Agar para pihak di atas yang terdiri dari masyarakat, seluruh penyelenggara telekomunikasi, seluruh asosiasi, praktisi dan akademisi dapat memberikan masukan, kami meminta BRTI untuk mempublikasikan draft revisi PP dan memberikan ruang waktu yang cukup kepada para pihak untuk memberikan masukan, baik secara lisan maupun tertulis," urainya.
Dia berkeyakinan bahwa BRTI, yang dibentuk untuk lebih menjamin adanya transparansi, independensi, dan prinsip keadilan dalam penyelenggaraan telekomunikasi. "Dan dapat menjadi wasit yang adil dalam menyelesaikan kontroversi ini,"pungkasnya.
(wbs)