DPR Minta Menkominfo Tunda Penurunan Tarif Interkoneksi
A
A
A
JAKARTA - Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara diminta menunda rencana penurunan tarif interkoneksi operator seluler Indonesia. Sebab, persaingan antar operator Telkom, baik BUMN dan swasta dengan mayoritas investor asingnya sudah semakin tidak sehat.
Perang tarif yang vulgar belum tentu menguntungkan konsumen dalam jangka panjang dan kualitas layanannya. Melainkan berpotensi menimbulkan polemik kerugian negara.
"Pemerintah harus menjelaskan kepada Komisi I, bahwa rencana penurunan biaya interkoneksi dalam 18 skema, dipastikan tidak berpotensi merugikan atau mengurangi pendapatan negara di kemudian hari," ujar Anggota Komisi I DPR Bobby Adhityo Rizaldi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (22/8/2016).
Dia mengungkapkan, BUMN dan Telkom berargumen bahwa rencana itu bakal berpotensi merugi Rp15 triliun per tahun dan membuat operator non Telkom dalam memperluas jaringan infrastruktur baru.
Sedangkan di sisi lain, opeator dengan mayoritas investor asing seperti Indosat Ooredo, XL Axiata, membalas dengan Telkom memonopoli jaringan luar Jawa, dan malas berbagi infrastruktur (inf sharing), sehingga non Telkom menjadi tidak kompetitif.
Maka itu, Menkominfo Rudiantara diminta menjelaskan hal tersebut kepada Komisi I DPR, termasuk rencana revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 52 dan 53 Tahun 2000, sekaligus surat edaran (SE) Nomor 1153/M.Kominfo/PI.0204/08/2016 soal rencana memberlakukan penurunan tarif interkoneksi pada tanggal 1 September 2016 sampai 2018.
Padahal, Komisi I DPR juga bakal mengajukan revisi Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi. "Sebelum hal ini dijelaskan ke publik, Menkominfo hendaknya menunda rencana tersebut, sehingga tidak ada potensi kerugian negara seperti yang banyak diberitakan di media," pungkas politikus Partai Golkar ini.
Perang tarif yang vulgar belum tentu menguntungkan konsumen dalam jangka panjang dan kualitas layanannya. Melainkan berpotensi menimbulkan polemik kerugian negara.
"Pemerintah harus menjelaskan kepada Komisi I, bahwa rencana penurunan biaya interkoneksi dalam 18 skema, dipastikan tidak berpotensi merugikan atau mengurangi pendapatan negara di kemudian hari," ujar Anggota Komisi I DPR Bobby Adhityo Rizaldi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (22/8/2016).
Dia mengungkapkan, BUMN dan Telkom berargumen bahwa rencana itu bakal berpotensi merugi Rp15 triliun per tahun dan membuat operator non Telkom dalam memperluas jaringan infrastruktur baru.
Sedangkan di sisi lain, opeator dengan mayoritas investor asing seperti Indosat Ooredo, XL Axiata, membalas dengan Telkom memonopoli jaringan luar Jawa, dan malas berbagi infrastruktur (inf sharing), sehingga non Telkom menjadi tidak kompetitif.
Maka itu, Menkominfo Rudiantara diminta menjelaskan hal tersebut kepada Komisi I DPR, termasuk rencana revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 52 dan 53 Tahun 2000, sekaligus surat edaran (SE) Nomor 1153/M.Kominfo/PI.0204/08/2016 soal rencana memberlakukan penurunan tarif interkoneksi pada tanggal 1 September 2016 sampai 2018.
Padahal, Komisi I DPR juga bakal mengajukan revisi Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi. "Sebelum hal ini dijelaskan ke publik, Menkominfo hendaknya menunda rencana tersebut, sehingga tidak ada potensi kerugian negara seperti yang banyak diberitakan di media," pungkas politikus Partai Golkar ini.
(dol)