Penjahat Cyber Lebih Mengincar Orang Dibanding Mesin

Rabu, 03 Februari 2016 - 21:48 WIB
Penjahat Cyber Lebih...
Penjahat Cyber Lebih Mengincar Orang Dibanding Mesin
A A A
JAKARTA - Para penjahat cyber kini lebih memilih mengincar orang dibanding infrastruktur teknologi informasi (TI). Hal tersebut disebabkan rendahnya kesadaran orang terhadap keamanan cyber di sebagian besar negara, termasuk di beberapa negara maju.

Isu ini menjadi salah satu fokus yang dibahas perwakilan Indonesia dalam ajang International Conference on Advanced Communications Technology (ICACT) yang berlangsung di PyeongChang Korea Selatan, pada 31 Januari-3 Februari 2016.

Chairman Communication and Information System Security Research Center (CISSReC), Pratama Persadha menjelaskan, fokus pembahasan pada bagaimana meningkatkan awareness keamanan cyber lewat organisasi dan lembaga riset yang ada di Indonesia.

Dalam papernya, “How Inter-organizational Knowledge Sharing Drives National Cyber Security Awareness?: A Case Study in Indonesia”, dia menyebutkan, bahwa penjahat cyber saat ini cenderung menjadikan orang sebagai sasaran, ketimbang mesin atau infrastruktur.

“Karena orang sebagai operator dianggap lebih banyak mempunyai informasi yang sangat bernilai. Karena itu komunikasi menjadi penting untuk diamankan. Kesadaran inilah yang secara umum belum terbangun, khususnya di Indonesia,” ujar Pratama, yang mewakili di ICACT 2016, dalam keterangan tertulisnya kepada Sindonews Rabu (3/2/2016).

Pratama sendiri juga menggarisbawahi tujuan akhir dari kesadaran keamanan cyber yang paripurna adalah terciptanya sistem dan aturan yang melindungi stakeholder dan prasarana sektor-sektor strategis.

“Ujungnya adalah tercipta sebuah sistem yang tidak hanya melindungi infrastruktur, namun juga pemangku kebijakan dari upaya penyadapan, pencurian informasi, dan upaya lain yang membahayakan kedaulatan bangsa,” jelasnya.

Dia menerangkan, komunikasi manusia dewasa ini semakin tergantung pada teknologi informasi. Akibatnya bahaya yang mengancam teknologi informasi juga secara langsung mengancam komunikasi saat ini, seperti virus, peretasan dan penyadapan.

“Cara dan perangkat komunikasi telah berevolusi mengikuti perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat. Konsekuensinya ancaman terhadap komunikasi dan keamanan data juga meningkat,” jelas Pratama.

Karena itu, diperlukan usaha tidak hanya dari pemerintah, namun juga dari seluruh elemen masyarakat. Di beberapa negara seperti Australia, kesadaran keamanan cyber ini bisa dibangun dari bawah.

“Kita ingin melihat bagaimana membangun awareness keamanan cyber ini secara bottom-up. Dimulai dari organisasi dan lembaga penelitian yang mempunyai fokus ke sana, bertukar ide dan memberikan masukan pada pemerintah, juga secara langsung lewat media maupun sarana lain yang mengedukasi masyarakat,” terangnya.

“Model masyarakat Indonesia ini suka berkumpul dan diskusi, di sinilah titik penting untuk berbagi ide sekaligus edukasi pentingnya keamanan cyber. Dengan digerakkan oleh organisasi di masyarakat, hasilnya bisa lebih efektif,” sambung Pratama.

Model seperti ini, menurut mantan Plt Direktur Pengamanan Sinyal Lembaga Sandi Negara itu, cukup cocok di Indonesia, dan sesuai dengan proses pembuatan undang-undang.

“Dalam pembuatan UU, pemerintah diminta untuk melakukan sosialisasi ke bawah dan sekaligus meminta pendapat masyarakat. Para aktivis internet dan juga organisasinya bisa turut serta. Di sinilah titik temu antara keaktifan organisasi di masyarakat dan pemerintah dalam meningkatkan kesadaran pentingnya keamanan cyber,” tandasnya.
(dmd)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3187 seconds (0.1#10.140)