Dunia Pendidikan Harus Adopsi Teknologi Informasi di Era Digital
A
A
A
JAKARTA - Dunia pendidikan kini tak bisa lepas dari internet dan teknologi informasi. Para siswa maupun mahasiswa kini masuk dalam kategori Gen Z, generasi yang sejak lahir dan besar dalam dunia internet. Untuk itu, dunia pendidikan mau tidak mau harus bisa menyesuaikan diri dengan tantangan ini.
Pakar keamanan cyber menyampaikan, bahwa internet dengan segala teknologi yang mengikutinya harus bisa memudahkan mausia dalam belajara, baik formal di lembaga pendidikan maupun informal secara otodidak.
“Murid dan siswa di sekolah dan universitas kini seluruhnya hidup dalam jaman digital. Lembaga pendidikan maupun pengajarnya tidak bisa menghindari hal tersebut dan sebaiknya bisa mengikuti perkembangan jaman yang cukup cepat dewasa ini,” jelas chairman lembaga riset CISSReC (Communication and Information System Security Research Center), Pratama Persadha dalam keterangan tertulisnya, Rabu (23/12/2015).
Dia menjelaskan, bahwa kini dunia digital sudah masuk dalam era Internet of Things. Bahkan, data yang tersalur ke server dan pusat penyimpanan tersebut diolah sehingga menghasilkan data baru yang bisa digunakan untuk banyak hal, misalnya pendidikan, bisnis, pertahanan dan industri.
“Internet of Things ini bisa dilihat dari tren saat ini. Ada jam pintar atau smartwatch, lalu ada Google Glass kacamata pintar besutan Google. Bahkan, perangkat rumah sudah banyak yang menggunakan sensor dan data seperti pendingin maupun penghangat udara. Semua didorong kearah digital yang memudahkan manusia, karena semua bisa dikontrol dan dibuat berjalan otomatis,” terang Pratama.
Untuk dunia pendidikan, sudah banyak teknologi yang bisa diadopsi. Kalau dulu hanya computer dan proyektor, kini lebih variatif. Ada e-Learning, e-Library, Data Streaming, ini semua memudahkan pengajar maupun siswa untuk berbagi dan mencari berbagai sumber mata pelajaran maupun perkuliahan.
“Namun sebaik apapun sistem akan kembali pada manusianya. Karena itu dibutuhkan proses pembelajaran terutama para pengajarnya. Tak hanya masalah teknis pemakaian, namun juga masalah keamanan,” jelas Pratama.
Faktor keamanan menjadi pertimbangan utama, karena dengan semakin terdigitalisasinya sistem pendidikan dan peralatannya, maka membuka peluang orang luar untuk masuk lewat celah sistem maupun kelalaian penggunanya. Karena itu kedepan untuk lebih aman dibutuhkan digital signature, untuk mengantisipasi penerobos maupun plagiat. Bahkan bisa digunakan dalam sistem Ujian Nasional online.
“Internet of Things menuntut kita untuk bijak memanfaatkan teknologi. Pertama agar bermanfaat, kedua agar sistem maupun gawai yang kita pakai aman tidak diterobos oleh pihak luar,” pungkasnya.
Pakar keamanan cyber menyampaikan, bahwa internet dengan segala teknologi yang mengikutinya harus bisa memudahkan mausia dalam belajara, baik formal di lembaga pendidikan maupun informal secara otodidak.
“Murid dan siswa di sekolah dan universitas kini seluruhnya hidup dalam jaman digital. Lembaga pendidikan maupun pengajarnya tidak bisa menghindari hal tersebut dan sebaiknya bisa mengikuti perkembangan jaman yang cukup cepat dewasa ini,” jelas chairman lembaga riset CISSReC (Communication and Information System Security Research Center), Pratama Persadha dalam keterangan tertulisnya, Rabu (23/12/2015).
Dia menjelaskan, bahwa kini dunia digital sudah masuk dalam era Internet of Things. Bahkan, data yang tersalur ke server dan pusat penyimpanan tersebut diolah sehingga menghasilkan data baru yang bisa digunakan untuk banyak hal, misalnya pendidikan, bisnis, pertahanan dan industri.
“Internet of Things ini bisa dilihat dari tren saat ini. Ada jam pintar atau smartwatch, lalu ada Google Glass kacamata pintar besutan Google. Bahkan, perangkat rumah sudah banyak yang menggunakan sensor dan data seperti pendingin maupun penghangat udara. Semua didorong kearah digital yang memudahkan manusia, karena semua bisa dikontrol dan dibuat berjalan otomatis,” terang Pratama.
Untuk dunia pendidikan, sudah banyak teknologi yang bisa diadopsi. Kalau dulu hanya computer dan proyektor, kini lebih variatif. Ada e-Learning, e-Library, Data Streaming, ini semua memudahkan pengajar maupun siswa untuk berbagi dan mencari berbagai sumber mata pelajaran maupun perkuliahan.
“Namun sebaik apapun sistem akan kembali pada manusianya. Karena itu dibutuhkan proses pembelajaran terutama para pengajarnya. Tak hanya masalah teknis pemakaian, namun juga masalah keamanan,” jelas Pratama.
Faktor keamanan menjadi pertimbangan utama, karena dengan semakin terdigitalisasinya sistem pendidikan dan peralatannya, maka membuka peluang orang luar untuk masuk lewat celah sistem maupun kelalaian penggunanya. Karena itu kedepan untuk lebih aman dibutuhkan digital signature, untuk mengantisipasi penerobos maupun plagiat. Bahkan bisa digunakan dalam sistem Ujian Nasional online.
“Internet of Things menuntut kita untuk bijak memanfaatkan teknologi. Pertama agar bermanfaat, kedua agar sistem maupun gawai yang kita pakai aman tidak diterobos oleh pihak luar,” pungkasnya.
(dyt)