Kasus IM2 Resahkan Komunitas Industri Telekomunikasi
A
A
A
JAKARTA - Komunitas industri telekomunikasi resah atas lambannya penuntasan kasus Indosat-IM2, pasca Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan Peninjauan Kembali (PK), dari Mantan Direktur PT IM2 Indar Atmanto.
Padahal, kerja sama penyewaan jaringan dari penyelenggara jaringan kepada penyelenggara jasa adalah suatu hal wajar. Bahkan hal itu dilakukan ratusan Internet Service Provider (ISP) seperti IM2 dan dilindungi UU No 36/1999 tentang telekomunikasi.
Putusan MA itu dipandang semakin mempersulit iklim usaha ini serta membuat gelisah berbagai asosiasi pegiat industri internet karena kahwatir bernasib sama.
Indonesia Telecommunication Users Groups (IDTUG) melihat keengganan aparat penegak hukum untuk mendengarkan pandangan Kemenkominfo yang diberi mandat UU Telekomunikasi untuk membina dan mengawasi sektor telekomunikasi, dan suara yang berkembang di masyarakat khususnya masyarakat TIK nasional.
Di sisi lain, IDTUG juga berpesan agar pembuat regulasi yakni Kemenkominfo berhati-hati. Terutama terkait koordinasi dan sosialisasi dengan penegak hukum seperti Kejaksaan Agung, agar sejak awal pembuatan regulasi sudah satu persepsi.
"Kami mendorong agar semua pihak menyepakati jalan keluar yang terbaik dari persoalan yang tidak berdasar ini," ujar Sekretaris Jenderal IDTUG Muhammad Jumadi dalam rilisnya di Jakarta, Selasa (15/12/2015).
IDTUG telah menampung aspirasi masyarakat lewat berbagai diskusi. Hasilnya, para pengguna internet di Indonesia sepakat, bahwa kerja sama Indosat-IM2 sama sekali tak menyalahi aturan.
"Kami melakukan diskusi untuk mencari pendapat masyarakat, siapa tahu ada yang berbeda. Ternyata semua sama. Tidak ada yang salah dalam kerja sama Indosat-IM2, karena semua sudah sesuai regulasi yang ada," jelasnya.
Atas dasar itu, budaya mencari-cari kesalahan seperti ini, sedikit demi sedikit mestinya dapat dikikis. Sebab tak jarang kasus serupa yang berbau dan diduga kriminalisasi seperti persoalan kerja sama Indosat dan IM2 ini berpangkal pada pencarian kesalahan.
Padahal, lanjut dia, yang terpenting dari suatu sistem terintegrasi adalah pemecahan permasalahan melalui koordinasi.
"Harusnya, tujuannya mencari solusi, bukan mencari kesalahan di antara mereka. Semua pihak baik eksekutif maupun yudikatif harus serius menyelesaikan persoalan yang tidak perlu jadi perkara ini dan telah memakan korban orang yang tidak bersalah. Hilangkan ego sektoral," tutur Jumadi.
Melalui diskusi-diskusi itu, Jumadi melihat bagaimana logika masyarakat Indonesia berkembang semakin cerdas.
Pasalnya, jika kerja sama itu salah, maka masyarakat juga ikut salah, karena mereka memanfaatkan jaringan tanpa mengikuti lelang jaringan atau frekuensi, persis seperti yang dilakukan IM2 yakni menyewa jaringan dari Indosat. Sudah ada regulasi dari UU 36/1999 yang mengatur tentang hal ini.
Padahal, kerja sama penyewaan jaringan dari penyelenggara jaringan kepada penyelenggara jasa adalah suatu hal wajar. Bahkan hal itu dilakukan ratusan Internet Service Provider (ISP) seperti IM2 dan dilindungi UU No 36/1999 tentang telekomunikasi.
Putusan MA itu dipandang semakin mempersulit iklim usaha ini serta membuat gelisah berbagai asosiasi pegiat industri internet karena kahwatir bernasib sama.
Indonesia Telecommunication Users Groups (IDTUG) melihat keengganan aparat penegak hukum untuk mendengarkan pandangan Kemenkominfo yang diberi mandat UU Telekomunikasi untuk membina dan mengawasi sektor telekomunikasi, dan suara yang berkembang di masyarakat khususnya masyarakat TIK nasional.
Di sisi lain, IDTUG juga berpesan agar pembuat regulasi yakni Kemenkominfo berhati-hati. Terutama terkait koordinasi dan sosialisasi dengan penegak hukum seperti Kejaksaan Agung, agar sejak awal pembuatan regulasi sudah satu persepsi.
"Kami mendorong agar semua pihak menyepakati jalan keluar yang terbaik dari persoalan yang tidak berdasar ini," ujar Sekretaris Jenderal IDTUG Muhammad Jumadi dalam rilisnya di Jakarta, Selasa (15/12/2015).
IDTUG telah menampung aspirasi masyarakat lewat berbagai diskusi. Hasilnya, para pengguna internet di Indonesia sepakat, bahwa kerja sama Indosat-IM2 sama sekali tak menyalahi aturan.
"Kami melakukan diskusi untuk mencari pendapat masyarakat, siapa tahu ada yang berbeda. Ternyata semua sama. Tidak ada yang salah dalam kerja sama Indosat-IM2, karena semua sudah sesuai regulasi yang ada," jelasnya.
Atas dasar itu, budaya mencari-cari kesalahan seperti ini, sedikit demi sedikit mestinya dapat dikikis. Sebab tak jarang kasus serupa yang berbau dan diduga kriminalisasi seperti persoalan kerja sama Indosat dan IM2 ini berpangkal pada pencarian kesalahan.
Padahal, lanjut dia, yang terpenting dari suatu sistem terintegrasi adalah pemecahan permasalahan melalui koordinasi.
"Harusnya, tujuannya mencari solusi, bukan mencari kesalahan di antara mereka. Semua pihak baik eksekutif maupun yudikatif harus serius menyelesaikan persoalan yang tidak perlu jadi perkara ini dan telah memakan korban orang yang tidak bersalah. Hilangkan ego sektoral," tutur Jumadi.
Melalui diskusi-diskusi itu, Jumadi melihat bagaimana logika masyarakat Indonesia berkembang semakin cerdas.
Pasalnya, jika kerja sama itu salah, maka masyarakat juga ikut salah, karena mereka memanfaatkan jaringan tanpa mengikuti lelang jaringan atau frekuensi, persis seperti yang dilakukan IM2 yakni menyewa jaringan dari Indosat. Sudah ada regulasi dari UU 36/1999 yang mengatur tentang hal ini.
(izz)