Cetak 3D Peluang Industri Kreatif di Indonesia
A
A
A
JAKARTA - Bagi generasi milenia di seluruh dunia, belanjaonlinemungkin sudah nyaris menjadi hal lumrah. Lihat sesuatu yang Anda suka? Setelah beberapa kali klik, produksi canggih yang besar dan proses logistik akan memastikan barang yang dibeli akan sampai di rumah Anda. Tapi bagaimana kalau prosesnya bisa lebih sederhana? Bagaimana kalau "mencetak'' pembelian yang dilakukan di rumah Anda sendiri? Tapi kenapa berhenti hanya pada belanja?
Bagaimana kalau mencetak makanan Anda sendiri? Kedengarannya terlalu aneh? Contoh-contoh sebelumnya adalah beberapa dari banyak sensasi yang mungkin sudah Anda dengar tentang apa sebenarnya yang bisa dilakukan dengan cetak 3D. Seperti halnya teknologi baru, fakta dan mitos sering berbaur dalam semua sensasi ini.
"Tidak diragukan bahwa cetak 3D memiliki potensi untuk merevolusi berbagai industri dan pasar di China", menurut Wijaya Ng, Direktur Consulting di Ipsos Bisnis Consulting - Greater China .
"Masalahnya adalah begitu banyak klaim yang aneh-aneh apa yang dapat dilakukan oleh teknologi ini - ada yang benar-benar percaya bahwa organ tubuh manusia dapat dicetak di rumah Anda sendiri - sehingga banyak perusahaan tidak memiliki pemahaman yang jelas tentang bagaimana mendapatkan manfaat dari teknologi ini," tambahnya.
Penelitian baru dari Ipsos Business Consulting mengungkapkan bahwa perusahaan-perusahaan aktif di China memiliki kesempatan untuk menciptakan keunggulan kompetitif yang cukup besar di pasar cetak 3D di China dengan menghilangkan sensasi tentang teknologi ini dan menjembatani kesenjangan pengetahuan antara produsen peralatan dan pengguna akhir (konsumen).
Wijaya Ng mengatakan bahwa strategi yang paling sederhana untuk membangun industri cetak 3D di China adalah dengan mengkomunikasikan secara jelas aplikasi praktis dari teknologi ini kepada pengguna akhir.
Sentimen ini juga sampai ke Indonesia. Kebanyakan orang di Indonesia belum memiliki pengetahuan tentang aplikasi praktis cetak 3D ataupun keterampilan yang diperlukan untuk mengoperasikan teknologi ini. Bahkan di antara mereka yang mengerti teknologi ini, hanya segelintir yang melihat kebutuhan akan kemampuan cetak 3D untuk pembuatan prototipe dan pembuatan komponen-komponen rumit.
Domy Halim, Country Manager Ipsos BC Indonesia, mencatat bahwa industri-industri manufaktur berteknologi tinggi dan penelitian dan pengembangan bidang medis yang bisa memanfaatkan teknologi cetak 3D ini sebagian besar terkonsentrasi di Amerika Serikat dan Eropa.
Kondisi di Indonesia saat ini terlihat semakin berkembang. Dalam hal ini, potensi cetak 3D di Indonesia yang belum terpenuhi akibat kurangnya informasi yang akurat dan tenaga kerja terampil di lapangan mirip dengan situasi di China.
Bagaimana kalau mencetak makanan Anda sendiri? Kedengarannya terlalu aneh? Contoh-contoh sebelumnya adalah beberapa dari banyak sensasi yang mungkin sudah Anda dengar tentang apa sebenarnya yang bisa dilakukan dengan cetak 3D. Seperti halnya teknologi baru, fakta dan mitos sering berbaur dalam semua sensasi ini.
"Tidak diragukan bahwa cetak 3D memiliki potensi untuk merevolusi berbagai industri dan pasar di China", menurut Wijaya Ng, Direktur Consulting di Ipsos Bisnis Consulting - Greater China .
"Masalahnya adalah begitu banyak klaim yang aneh-aneh apa yang dapat dilakukan oleh teknologi ini - ada yang benar-benar percaya bahwa organ tubuh manusia dapat dicetak di rumah Anda sendiri - sehingga banyak perusahaan tidak memiliki pemahaman yang jelas tentang bagaimana mendapatkan manfaat dari teknologi ini," tambahnya.
Penelitian baru dari Ipsos Business Consulting mengungkapkan bahwa perusahaan-perusahaan aktif di China memiliki kesempatan untuk menciptakan keunggulan kompetitif yang cukup besar di pasar cetak 3D di China dengan menghilangkan sensasi tentang teknologi ini dan menjembatani kesenjangan pengetahuan antara produsen peralatan dan pengguna akhir (konsumen).
Wijaya Ng mengatakan bahwa strategi yang paling sederhana untuk membangun industri cetak 3D di China adalah dengan mengkomunikasikan secara jelas aplikasi praktis dari teknologi ini kepada pengguna akhir.
Sentimen ini juga sampai ke Indonesia. Kebanyakan orang di Indonesia belum memiliki pengetahuan tentang aplikasi praktis cetak 3D ataupun keterampilan yang diperlukan untuk mengoperasikan teknologi ini. Bahkan di antara mereka yang mengerti teknologi ini, hanya segelintir yang melihat kebutuhan akan kemampuan cetak 3D untuk pembuatan prototipe dan pembuatan komponen-komponen rumit.
Domy Halim, Country Manager Ipsos BC Indonesia, mencatat bahwa industri-industri manufaktur berteknologi tinggi dan penelitian dan pengembangan bidang medis yang bisa memanfaatkan teknologi cetak 3D ini sebagian besar terkonsentrasi di Amerika Serikat dan Eropa.
Kondisi di Indonesia saat ini terlihat semakin berkembang. Dalam hal ini, potensi cetak 3D di Indonesia yang belum terpenuhi akibat kurangnya informasi yang akurat dan tenaga kerja terampil di lapangan mirip dengan situasi di China.
(dol)